Oleh: Nadya Salima (Sastra Nusantara 2008)
Dalam rubrik transformasi buletin dialektika edisi 8
Pemilihan umum atau yang kita kenal dengan istilah “Pemilu” merupakan pesta demokrasi rakyat terbesar yang dirayakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Berbagai golongan ikut andil dalam pesta tersebut, mulai orang terkaya sampai termiskin, mulai pejabat sampai para pekerja kasar. Pemilu membawa secercah harapan baru bagi bangsa ini menuju pemerintahan yang lebih baik.
Dari waktu ke waktu, pemilu mengalami banyak perubahan, mulai dari tata cara pemilihan sampai jumlah partai politik (parpol) yang kian bertambah. Namun perubahan tersebut tidak dibarengi dengan perbaikan yang lebih baik.
Perubahan cara memilih parpol atau calon legislatif (caleg) dari coblos ke contreng misalnya, perubahan ini banyak menuai protes dan kontroversi yang berkepanjangan. Karena banyak orang beranggapan dengan perubahan tersebut akan mengakibatkan banyaknya suara yang hilang atau tidak sah. Prubahan yang lain adalah ukuran kertas suara yang sangat besar, hampir separuh tinggi orang dewasa, dan rawan untuk terjadi kerusakan karena robek atau yang lain. Belum lagi kekacauan daftar pemilih tetap (DPT) yang banyak menimbulkan tanda tanya. Banyak mayat yang diundang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk ikut andil dalam pencontrengan.
Persiapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang belum matang menjadi kambing hitam atas terjadinya kasus-kasus tersebut. Namun KPU memiliki alasan tersendiri untuk menyangkal tudingan-tudingan tersebut. KPU berdalih bahwa kejadian tersebut bukan kesalahan mereka, akan tetapi kesalahan aparatur desa yang mendata daftar pemilih sementara dan menetapkan siapa yang menjadi pemilih tetap.
Permasalahan-permasalahan tersebut adalah permasalahan yang muncul sebelum pelaksanaan pemilu. Permasalahan baru timbul ketika hari pelaksanaan pemilu. Ada beberapa kejadian yang membuat sebagian rakyat tersenyum dan tak sedikit yang geram. Adanya kesalahan pendistribusian surat suara, pelaksanaan pemilu yang tidak serentak, dan bahkan adanya beberapa teror di daerah.
Banyak masalah baru pasca pelaksanaan pemilu. Banyak terjadi tawuran ataupun bentrokan diberbagai daerah di Indonesia. Ironisnya tawuran itu terjadi karena ketidak puasan beberapa pendukung partai dan calegnya terhadap hasil penghitungan suara yang diperoleh. Banyak dari mereka menuntut untuk diadakannya pemilihan ulang di daerah-daerah tertentu karena adanya usaha marking-up suara oleh beberapa partai tertentu. Lebih ironis lagi ketika ada beberapa partai yang menuntut untuk diadakannya pemilu ulang, karena disinyalir adanya banyak kecurangan di berbagai daerah di Indonesia.
Ternyata pemilu yang selama ini menjadi tumpuan harapan bagi rakyat Indonesia untuk memperoleh keadaan yang lebih baik untuk sementara ditunda, karena apa yang mereka harapkan tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Mereka yang mengharapkan kesejahteraan hanya mendapatkan buah pahit berupa catatan suram yang menghiasi Pemilu 2009.
Kini rakyat hanya bisa berharap pada pemilihan presiden 8 Juli 2009 besok, agar kekacauan yang terjadi pada saat pemilihan legislatif tidak terulang lagi. Banyak harapan yang digantungkan rakyat pada pemilu kali ini. Kita tak bisa hanya menunggu, akan tetapi harus terus bergerak menuju ke arah yang lebih baik.
Posting Komentar