Relokasi terhadap para PKL UGM mengalami banyak hambatan. Pembangunan Food Court UGM sebagai lahan baru untuk para PKL dianggap malah merampas hak mereka karena sistem pengelolaan memberatkan mereka yang selama ini ’mangkal’ di kawasan Boulevard. Di tempat baru tersebut para PKL dikenakan biaya sewa 10 ribu hingga 15 ribu rupiah per hari dengan sistem kontrak selama 4 tahun dan bergiliran dengan PKL yang lainnya karena tempat tersebut tidak memenuhi kuota PKL yang ada dan sudah bergabung dengan paguyuban PKL Boulevard.
Menurut salah satu PKL, relokasi ini seolah sebagai bentuk halus pengusiran mereka dari UGM. Selain itu, para PKL juga melihat bahwa lokasi yang baru ini sama sekali tidak strategis dari jangkauan konsumen sehingga ditakutkan pendapatan mereka akan berkurang. Para PKL juga membantah keberadaan mereka justru sering menimbulkan ketidaktertiban dan kesan kumuh terhadap UGM. Padahal menurut mereka jika pihak UGM meminta uang kebersihan mereka mengaku sanggup membayar. Sebagai bentuk dari penolakannya para PKL ini sempat mendirikan posko advokasi bahkan sempat terjadi aksi unjuk rasa dengan dukungan dari BEM KM UGM yang diwarnai dorong-mendorong dan adu mulut antara PKL dengan petugas SKK (Satuan Keamanan Kampus).
Paguyuban PKL juga sempat berupaya meminta agar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sleman ikut membantu mereka. Namun DPRD Sleman tidak bisa memaksa UGM untuk membatalkan relokasi tersebut -meski pihak UGM akhirnya sempat memundurkan jadwal relokasi beberapa kali- karena penataan kawasan kampus UGM merupakan kewenangan atau otoritas penuh pihak kampus.
Di lain pihak, sebenarnya pembangunan Food Court UGM diharapkan menjadi salah satu upaya menciptakan lingkungan kampus yang rapi, bersih, dan tertata. Sehingga para PKL yang semula berjualan di tepi jalan di sepanjang pintu masuk UGM diharapkan bisa memanfaatkan Food Court ini.
Menurut Pak Sudjarwadi selaku rektor, UGM telah berulang kali melakukan komunikasi dari hati ke hati. Namun nampaknya belum semua warga dapat merasakan ketulusan hati UGM dalam memandang PKL sebagai sebuah potensi. Bahwa antara UGM dan PKL dapat belajar bersama-sama untuk meningkatkan mutu usahanya dalam rangka menapaki masa depan bersama. PKL adalah bagian dari bangsa Indonesia dan PKL UGM adalah PKL yang berada di wilayah Universitas Gadjah Mada. Oleh karena itu, UGM sudah sejak lama menjalin komunikasi dengannya sekaligus mengajaknya agar menjadi bagian dari UGM guna mengabdi untuk kepentingan dan kemakmuran bangsa.
Potret Pedagang kaki Lima (PKL) merupakan bagian dari kondisi sosial ekonomi yang menjadi perhatian banyak pihak, dan UGM tak luput darinya. Hal itu terlihat dengan semakin banyaknya Pedagang Kaki Lima di sekitar UGM, terlebih di area pintu masuk utama UGM. Maka dari itu disusunlah suatu perencanaan guna menampung para PKL sebagai bentuk dari perhatian UGM terhadap mereka, yaitu berupa pembangunan Food Court UGM yang menyediakan sarana gerobak, meja kursi pengunjung, saluran air bersih, tempat pembuangan sampah, dan dilengkapi dengan sarana penunjang lainnya seperti MCK (mandi, cuci, kakus).
Sebenarnya penataan PKL merupakan sebagian kecil dari penataan lingkungan UGM. Untuk itu, sepertinya panataan ini akan diikuti oleh penataan-penataan lainnya seperti perparkiran, sirkulasi kendaraan bermotor dan yang lainnya. Apakah perubahan-perubahan tersebut tidak akan mengubah citra UGM sebagai Universitas Kerakyatan?
Oleh: Susana (Psikologi 2008)
Posting Komentar