By: Wafiyatuz Zahroh (MKP/AN ‘10)
Bicara tentang Yogyakarta mungkin tidak akan pernah ada habis-habisnya. Banyak hal menarik yang bisa ditemukan di kota pelajar ini, mulai dari gudeg yang sudah menjadi makanan paling khas sampai tugu Jogja yang jadi landmark kota yang berada di selatan jawa ini. Tapi tidak ada salahnya kalau kita bahas secuil dari apa yang disebut sebagai kekhasan kota Yogyakarta atau merembet-merembet sedikit ke daerah sekitar Yogyakarta.
1. Gudeg Jogja
Mulai dari gudeg Jogja. Gudeg (bahasa jawa gudheg) adalah makanan khas Yogyakarta dan terbuat dari nangka muda yang dimasak dengan santan. Perlu waktu berjam-jam untuk membuat masakan ini. Warna coklat biasanya dihasilkan oleh daun jati yang dimasak bersamaan. Gudeg dimakan dengan nasi dan disajikan dengan kuah santan kental (areh),ayam kampung, pindang telur, tahu dan sambal goreng krecek. Dengan citarasanya yang legendaris, kita tidak akan kesulitan menemukan warung-resto yang menyediakan gudeg sebagai salah satu menu andalan, hususnya di daerah DIY dan sebagian kota-kota di Jawa tengah.
2. Tugu Jogja
Tugu Jogja kira-kira didirikan setahun setelah Kraton Yogyakarta berdiri. Pada saat awal berdirinya, bangunan ini secara tegas menggambarkan Manunggaling Kawula Gusti, semangat persatuan rakyat dan penguasa untuk melawan penjajahan. Semangat persatuan atau yang disebut golong gilig itu tergambar jelas pada bangunan tugu, tiangnya berbentuk gilig (silinder) dan puncaknya berbentuk golong (bulat), sehingga disebut Tugu Golong-Gilig. Pada awalnya tingginya mencapai 25 meter, tapi pada tahun 1889 tugu tersebut direnovasi oleh belanda dan merubah bentuknya menjadi persegi dengan tinggi 15 meter.
Tugu Jogja memiliki arti sangat penting bagi masyarakat Yogyakarta. Sebagian penduduk Yogyakarta menganggap bahwa tugu tersebut adalah penghubung antara gunung Merapi dengan laut selatan yang menghimpit daerah ini. Mereka meyakini bahwa letusan dari gunung Merapi ada kaitannya dengan penguasa laut selatan, yakni Nyi Roro Kidul. Begitu pentingnya, bahkan tugu ini dijadikan lambang dari transportasi dalam propinsi DIY, Trans Jogja.
3. Jalan Malioboro
Jalan Malioboro adalah nama salah satu jalan dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Terdapa tbeberapa obyek bersejarah di kawasan tiga jalan ini antara lain Tugu Yogyakarta, Stasiun Tugu, Gedung Agung, Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg dan Monumen Serangan Oemoem 1 Maret.
Jalan Malioboro sangat terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan kerajinan khas Yogyakarta dan terkenal sebagai tempat berkumpulnya para senimam-seniman yang sering mengekpresikan kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis, hapening art, pantomim dan lain-lain.
4. Monjali
Monumen ini dibangun untuk mengenang peristiwa sejarah perjuangan bangsa, pada tanggal 29 Juni 1985. Peletakkan batu pertama monumen setinggi 31,8 meter dilakukan oleh HB IX setelah melakukan upacara tradisional penanaman kepala kerbau. Empat tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 6 Juli 1989, bangunan ini selesai dibangun. Pembukaannya diresmikan oleh Presiden Suharto dengan penandatanganan Prasasti. Monumen berbentuk gunung ini terletak di Dusun Jongkang, Kelurahan Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kapubaten Sleman ini berbentuk gunung, yang menjadi perlambang kesuburan juga mempunyai makna melestarikan budaya nenek moyang pra sejarah.
Monumen sekarang lebih difungsikan sebagai museum yang banyak memuat dokumen-dokumen tentang seranangan Umum Satu Maret dan sering kali digunakan untuk even-even penting tertentu.
5. Bakpia Pathok
Bakpia Pathok awalnya berasal dari pembuat bakpia pertama dan terkenal sejak 1978 dari Jalan Pathok nomer 75 yang hingga kini tetap bertahan dan bernama Bakpia Pathok 75. Selama ini orang banyak mengenal nama bakpia Pathok, karena memang penjual dan produsen bakpia banyak bertebaran di sepanjang Jalan Pathuk (sekarang bernama Jl. KS. Tubun), yang berada di kawasan Kecamatan Ngampilan, Yogyakartakarta. Di sentra bakpia ini ada lebih dari 100 penjual dan produsen bakpia. Berjamurnya produsen –produsen tersebut tak lain karena terkenalnya bakpia yang dijadikan oleh-oleh utama para pengunjung kota Yogyakarta.
Bakpia sebenarnya berasal dari negeri Cina, aslinya bernama Tou Luk Pia, yang artinya adalah kue pia (kue) kacang hijau. Tetapi dengan perkembangan zaman, lama-lama kue tradisional ini tak hanya berisikan kacang hijau saja, ada farian lain yang ditawarkan, yakni keju dan coklat.
Banyak sekali kekhasan-kekhasan lain yang dimiliki kota penting ini, seperti Keraton yang sedang ada ‘konflik’ dengan pemerintah pusat mengenai keistimewaan DIY, Taman Sari, dan lain-lain. Yang pasti kita harus bangga dengan kekayaan yang dimiliki pusat kebudayaan Jawa ini dan selalu mengenalkannya ke seluruh belahan Nusantara bahkan belahan dunia. Slogan yang digunakan bukan hanya Jogja never ending Asia tapi lebih husus lagi Jogja never ending Java agar lebih terlihat njawani.
Dari berbagai sumber
Posting Komentar